Oleh. Volkes Nanis, SH., M.H.
Dosen Luar Biasa pada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Prof. DR. Yohanes Usfunan, SH., M. H.
Seiring dengan perjalanan bangsa, tentu saja kita semua menghadapi berbagai tantangan dan ancaman terhadap keutuhan NKRI, di antaranya ancaman radikalisme, menguatnya politik identitas, berkembangnya ujaran kebencian.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Radikalisme tentu kita perlu memahami apa itu Radikalisme?.
Radikalisme memiliki 3 arti.
Radikalisme adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.
Radikalisme memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga radikalisme dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.
Radikalisme adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung Gerakan Radikal. Dalam sejarah, gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri jauh yang menentang partai kanan jauh.
Saat ini Pancasila sedang diuji daya tahannya terhadap gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme (yang menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafikan nilai-nilai luhur yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.
Pancasila, sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai universal yang sama
dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan. Didalam era globalisasi, romantisme kesamaan historis jaman lalu tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejarahan. Karena itu, implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga pesan berikut :
Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu.
Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk merubah tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.
Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban dan merdeka.
Nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah :
Ø Kebangsaan dan persatuan
Ø Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
Ø Ketuhanan dan toleransi
Ø Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
Ø Demokrasi dan kekeluargaan
Ketahanan Nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk : Ø Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif
Ø Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru.
Ø Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh kehidupan berbangsa, bermasyarakat.
Membentengi Pemuda Dari Radikalisme
Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku terorisme.
Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi keprihatinan kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.
Pemuda adalah Tiang Induk dalam mempertahankan Pancasila.
Ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan Radikalisme di kalangan pemuda :
Ø Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan dengan menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air serta kepedulian antar-warga masyarakat.
Ø Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.
Ø Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting.
Ø Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia.
Ketika Pancasila sudah menjadi karakter dan etika sosial dengan otomatis ideologi radikal dapat dicegah karena nilai Pancasila adalah tameng untuk menangkis dan merupakan kristalisasi kearifan lokal budaya bangsa. Peran Pancasila sangat diperlukan sebagai upaya menyelesaikan masalah radikalisme yang membabi-buta, tetapi untuk menyelesaikan masalah tersebut tidaklah mudah dan sesederhana yang kita pikirkan. Maka, dibutuhkan kerja keras dan konsistensi dan pemahaman yang cukup untuk menggelorakan kembali ideologi Pancasila dalam menangkal radikalisme.
Semoga....